Total Tayangan Halaman

Sabtu, 06 November 2010

KOLOM PRIBADI


Siapa yang Bohong, Masyarakat atau Pemerintah?

Jangan tanyakan apa yang telah negara berikan kepadamu, tetapi tanyakan apa yang telah kamu berikan untuk negaramu.” - John F. Kennedy (1917 – 1963)
Menarik menyimak kejadian-kejadian di Negara kita tercinta ini. Misalnya saja beberapa waktu lalu ada sebuah kejadian terkait kebohongan pemerintah yang sempat menjadi topik pembicaraan di berbagai media. Yaitu ketika aktivis dan LSM menyuarakan kritikan pedas terhadap pemerintahan SBY pada periode ke-dua ini. Para aktivis mencatat, ada 9 kebohongan lama dan 9 kebohongan baru yang dilakukan SBY selama menjadi kepala negera. Berikut adalah petikan 18 kebohongan tersebut, yang saya kutip dari berbagai sumber.
Kebohongan lama:
  1. Pemerintah mengklaim bahwa pengurangan kemiskinan mencapai 31,02 juta jiwa. Padahal dari penerimaan beras rakyat miskin tahun 2010 mencapai 70 juta jiwa dan penerima layanan kesehatan bagi orang miskin (Jamkesmas) mencapai 76,4 juta jiwa. 
  2. Presiden SBY pernah mencanangkan program 100 hari untuk swasembada pangan. Namun pada awal tahun 2011 kesulitan ekonomi justru terjadi secara masif. 
  3. SBY mendorong terobosan ketahanan pangan dan energi berupa pengembangan varietas Supertoy HL-2 dan program Blue Energi. Program ini mengalami gagal total. 
  4. Presiden SBY melakukan konferensi pers terkait tragedi pengeboman Hotel JW Mariott. Ia mengaku mendapatkan data intelijen bahwa fotonya menjadi sasaran tembak teroris. Ternyata foto tersebut merupakan data lama yang pernah diperlihatkan dalam rapat dengan Komisi I DPR pada tahun 2004. 
  5. Presiden SBY berjanji menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir sebagai “a test of our history”. Kasus ini tidak pernah tuntas hingga kini. 
  6. UU Sistem Pendidikan Nasional menuliskan anggaran pendidikan harus mencapai 20% dari alokasi APBN. Alokasi ini harus dari luar gaji guru dan dosen. Hingga kini anggaran gaji guru dan dosen masih termasuk dalam alokasi 20% APBN tersebut. 
  7. Presiden SBY menjanjikan penyelesaian kasus lumpur Lapindo dalam Debat Calon Presiden Tahun 2009. Penuntasan kasus lumpur Lapindo tidak mengalami titik temu hingga saat ini. 
  8. Presiden SBY meminta semua negara di dunia untuk melindungi dan menyelamatkan laut. Di sisi lain Presiden SBY melakukan pembiaran pembuangan limbah di Laut Senunu, NTB, sebanyak1.200 ton dari PT Newmont dan pembuangan 200.000 ton limbah PT Freeport ke sungai di Papua. 
  9. Tim audit pemerintah terhadap PT Freeport mengusulkan renegosiasi. Upaya renegosiasi ini tidak ditindaklanjuti pemerintah hingga kini.
Kebohongan baru:
  1. Dalam Pidato Kenegaraan 17 Agustus 2010 Presiden SBY menyebutkan bahwa Indonesia harus mendukung kerukunan antarperadaban atau harmony among civilization. Faktanya, catatan The Wahid Institute menyebutkan sepanjang 2010 terdapat 33 penyerangan fisik dan properti atas nama agama, dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri menyebutkan 49 kasus kekerasan ormas agama pada 2010. 
  2. Dalam pidato yang sama Presiden SBY menginstruksikan polisi untuk menindak kasus kekerasan yang menimpa pers. Instruksi ini bertolak belakang dengan catatan LBH Pers yang menunjukkan terdapat 66 kekerasan fisik dan nonfisik terhadap pers pada tahun 2010. 
  3. Presiden SBY menyatakan akan membekali Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan telepon genggam untuk mengantisipasi permasalahan kekerasan. Aksi ini tidak efektif karena di sepanjang 2010, Migrant Care mencatat kekerasan terhadap TKI mencapai 1.075 orang.
  4. Presiden SBY mengakui menerima surat dari Zoelick (Bank Dunia) pada pertengahan 2010 untuk meminta agar Sri Mulyani diizinkan bekerja di Bank Dunia. Tetapi faktanya, pengumuman tersebut terbuka di situs Bank Dunia. Presiden SBY diduga memaksa Sri Mulyani mundur sebagai Menteri Keuangan agar menjadi kambing hitam kasus Bank Century. 
  5. SBY berkali-kali menjanjikan sebagai pemimpin pemberantasan korupsi terdepan. Faktanya, riset ICW menunjukkan bahwa dukungan pemberantasan korupsi oleh Presiden dalam kurun September 2009 hingga September 2010, hanya 24% yang mengalami keberhasilan. 
  6. Presden SBY meminta penuntasan rekening gendut perwira tinggi kepolisian. Bahkan, ucapan ini terungkap sewaktu dirinya menjenguk aktivis ICW yang menjadi korban kekerasan, Tama S Langkun. Dua Kapolri, Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Jenderal Timur Pradopo menyatakan kasus ini telah ditutup. 
  7. Presiden SBY selalu mencitrakan partai politiknya menjalankan politik bersih, santun, dan beretika. Faktanya Anggota KPU Andi Nurpati mengundurkan diri dari KPU, dan secara tidak beretika bergabung ke Partai Demokrat. Bahkan, Ketua Dewan Kehomatan KPU Jimly Asshiddiqie menilai Andi Nurpati melakukan pelanggaran kode etik dalam Pemilu Kada Toli-Toli. 
  8. Kapolri Timur Pradopo berjanji akan menyelesaikan kasus pelesiran tahanan Gayus Tambunan ke Bali selama 10 hari. Namun hingga kini, kasus ini tidak mengalami kejelasan dalam penanganannya. Malah, Gayus diketahui sempat melakukan perjalanan lain ke luar negeri selama dalam tahanan. 
  9. Presiden SBY akan menindaklanjuti kasus tiga anggota KKP yang mendapatkan perlakuan tidak baik oleh kepolisian Diraja Malaysia pada September 2010. Ketiganya memperingatkan nelayan Malaysia yang memasuki perairan Indonesia. Namun ketiganya malah ditangkap oleh polisi Diraja Malaysia. Sampai saat ini tidak terdapat aksi apapun dari pemerintah untuk menuntaskan kasus ini dan memperbaiki masalah perbatasan dengan Malaysia.
Saya tidak bermaksud memeperkeruh atau menambahan kebohongan. Untuk itu, saya akan memberikan sebuah analisis berbeda dari apa yang diungkap oleh teman-teman LSM dan lembaga lainya yang memberikan pengingatan kepada Pemerintah SBY.  Dalam hal ini, saya akan membuka kembali data-data tentang kemiskinan keluaran BPS.
Pada Pertemuan Tingkat Tinggi PBB soal kemajuan MDGs, disodorkan angka kemiskinan versi BPS, yaitu 13,33 persen jumlah penduduk atau 31,02 juta penduduk miskin. Angka ini tidak mewakili kenyataan atau realitas umum di masyarakat—misalnya meningkatnya PHK, kenaikan harga kebutuhan pokok, turunnya nilai tukar petani, upah real pekerja merosot, dan lain sebagainya. Banyak sekali suara yang meneriaki BPS sebagai “tukang sulap” angka-angka kemiskinan. Ini bukan rahasia lagi.
Seakan-anak BPS mempraktekkan perkataan Goebbels, menteri propaganda pemerintahan Hitler dahulu, “Berbohonglah sebanyak-banyaknya, akhirnya orang akan mempercayai kebohonganmu!”
Pertama, BPS mempergunakan kriteria kemiskinan yang tidak sesuai dengan kenyataan kemiskinan di lapangan, tidak sesuai dengan perkembangan, dan sangat konservatif. Misalnya, BPS menyebut rumah berlantai tanah dan berdinding bambu/rumbia sebagai kriteria kemiskinan, padahal realitas sekarang menunjukkan bahwa model rumah seperti ini sudah sangat sulit ditemui di kota maupun di desa, yang umumnya menggunakan rumah panggung.
Ini juga bertolak belakang dan tidak sesuai dengan data kemiskinan versi PNPM Mandiri Perkotaan yang selalu mengunakan data kemiskinan dengan Pemetaan Swadaya (PS) serta Refleksi Kemiskinan (RK), dimana teman-teman BKM sering menyebutnya siklus tahunan tentang RKPS.
Kedua, garis kemiskinan BPS sebesar Rp 211.726 ( per Maret 2010) per kapita, tidak sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Demikian pula garis kemiskinan 2.100 kalori, juga masih harus dipertanyakan sisi kemanusiaannya. Pada kenyataannya, nilai 2.100 kalori hanya cukup untuk sekedar bisa survive dan melakukan pekerjaan fisik minimal. Tidak berbicara soal pembangunan mental dan fisik manusia secara utuh.
Ketiga, keberpihakan BPS cenderung sebagai alat politik pemerintah, terutama dalam menyajikan data-data yang memuaskan pemerintah, meskipun itu sangat bertentangan dengan fakta lapangan. Padahal, seorang statistikawan memiliki kode etik yang harus dijunjung tinggi, yaitu, selalu bekerja dengan jujur dan pantang menukangi data. Hanya dengan menjunjung tinggi kode etik ini, seorang statistikawan akan mendapat kepercayaan dari rakyat.
Untuk diketahui, data statistik sangatlah penting bagi pembangunan suatu bangsa sebagaimana pernah dikatakan seorang pemimpin India: “For a long time already have we used statistics to correct the course of development”. Tanpa memegang sebuah data statistik yang benar, sebuah bangsa mustahil mencapai kemajuan.
Bukankah “menghilangkan sebagian orang miskin” dalam data statistik akan berdampak pada strategi pemberantasan kemiskinan yang meleset? Oleh karena itu, kita membutuhkan sebuah lembaga pusat statistik yang sanggup melayani kepentingan rakyat dan kepentingan nasional, mudah diakses oleh rakyat, transparan, menggambarkan kenyataan dengan jujur, dan menyediakan data yang benar untuk menunjang pembangunan.
Lalu, yang bohong itu datanya (masyarakat) atau yang mendata (pemerintah)? Padahal dengan mengadakan pendataan, BPS saja mengabiskan uang yang begitu besar. Kenapa kok tidak juga menghasilkan data yang benar-benar valid, malah kebohogan? Semoga ini bisa menjadi refleksi bagi kita bersama, antara masyarakat dan pemerintah, agar semua tujuan bersama tercapai untuk bangsa kita tercinta ini. Semoga!

FASKEL ND VS FASKEL REGULER
(Study Kasus Korkot Sukoharjo)

Oleh : Latif Safruddin, SE
(Faskel Ekonomi Tim 25 Korkot Sukoharjo)

Hampir satu tahun saya mendampingi program PNPM-MP diwilayah Kabupaten Sukoharjo sebagai Faskel Ekonomi yang ditempatkan serta bertugas di tim 25 kecamatan Grogol dan Kecematan Sukoharjo kabupaten Sukoharjo yang bertempat di posko desa telukan kecamatan Grogol. Dengan hal itu saya sebagai penganti mbak ari yang dipindahkan untuk bertugas di program kegiatan Advan P2KP Kabupaten sukoharjo tapi mengurusi tentang program ND (noto deso) yang salah satunya mendampingi wilayah yang juga saya dampingi yaitu BKM Sumber Makmur Kelurahan Sonorejo.
Dengan berjalannya waktu kami melakukan pendampingan yang hampir setiap hari dan di setiap tim kami terdiri dari Senior faskel, fastek 2 orang dan fasos, fasek yang sering saya lakukan karena di dampingan saya UPK dan sekretaris BKM mempunyai agenda jadwal yang jelas berkantornya yaitu hari senin sampai dengan Minggu, tetapi di hari kamis dan jumat libur atau UPK dan Sekretaris BKM tidak beraktifitas buka kantor serta kegiatan rapat, siklus dan peretemuan-pertemuan masyarakat yang biasa pulang samapi jam satu malam. Saya lakukan sengan senang hati karena saya waktu kuliah juga melakukan kegiatan pendampingan masyarakat di maluku, sampit, madura, serta di beberapa kota di jawa tengan dan DIY. Waktu itu bergabung dengan berbagai lembaga kemanusiaan yang dari kampus, LSM, serta lembaga social lainya menjadi relawan kemanusiaan, kebiasaan itu menjadikan saya terbiasa untuk bekerja di kemanusiaan.
Beda setelah saya melakukan kegiatan dan bergabung dengan pendampingan di PNPM Mandiri Perkotaan, karena hal itu merupakan proses pembelajaran masyarakat yang diimplementasikan lewat Siklus PNPM Mandiri Perkotaan. Dalam proses pembelajaran sesuai dengan pendekatan pembangunan partisipatif yang digunakan oleh PNPM Mandiri Perkotaan, maka metode pembelajaran yang dipakai adalah ‘participatory andragogy’ yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses dialog antara warga belajar dan Fasilitator.
Dalam pendekatan ini tidak ada istilah guru, semua yang terlibat adalah belajar bersama – sama dalam prinsip kesetaraan sehingga baik Fasilitator maupun warga belajar adalah subjek sesuai dengan harkat martabatnya sebagai manusia, yang menjadi objeknya adalah realitas kehidupan, oleh karena itu pendekatan ini sering disebut sebagai belajar dari pengalaman. Untuk memfasilitasi proses belajar tersebut, Fasilitator memerlukan pengetahuan dan keterampilan tertentu supaya proses pembelajaran masyarakat menjadi maksimal dan mereka tidak terjebak untuk menggurui dan merasa lebih ‘pintar’ dari masyarakat.
Metode–metode dan teknik fasilitasi untuk masyarakat sudah banyak berkembang, akan tetapi dasar dari semua teknik adalah perilaku Fasilitatornya sendiri. Pendekatan pembelajaran seperti ini tidak akan bisa diterapkan dengan maksimal apabila sikap dan perilaku Fasilator tidak mencerminkan keadilan dan kesetaraan bagi semua pihak yang difasilitasi.
Secara umum pendekatan dalam melakukan fasilitasi ada 2 yaitu pendekatan individu dan pendekatan kelompok, dimana kedua pendekatan ini akan saling melengkapi. Pendekatan kelompok dalam PNPM Mandiri Perkotaan dilakukan melalui FGD, Rembug warga (musyawarah) dan refleksi – refleksi dalam diskusi kelompok.
Pendekatan individu dilakukan melalui kunjungan rumah, obrolan informal dengan berbagai pihak dan sebagainya. Metode yang dipakai baik untuk pendekatan individu maupun pendekatan kelompok, dalam proses belajar masyarakat tetap harus mengacu pada tujuan pembelajaran : Apakah ranah belajar yang akan diintervensi ada pada tingkatan pengetahuan, sikap atau perilaku.
Pada dasarnya proses Fasilitasi adalah proses penyampaian pesan atau proses komunikasi, oleh karena itu untuk mempermudah proses dialog biasanya digunakan media bantu pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu.
Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan saja, yang mencakup multidimensi, baik dimensi politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain. Dalam kehidupan sehari-hari dimensi-dimensi dari gejala-gejala kemiskinan tersebut muncul dalam berbagai bentuk, seperti antara lain :
  • Dimensi Politik , sering muncul dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka. Akibatnya, mereka juga tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumber daya kunci yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan hidup mereka secara layak, termasuk akses informasi;
  • Dimensi Sosial sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya warga miskin ke dalam institusi sosial yang ada,terinternalisasikannya budaya kemiskinan yang merusak kualitas manusia dan etos kerja mereka, serta pudarnya nilai-nilai kapital sosial;
  • Dimensi Lingkungan sering muncul dalam bentuk sikap, perilaku, dan cara pandang yang tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sehingga cenderung memutuskan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kurang menjaga kelestarian dan perlindungan lingkungan serta permukiman;
  • Dimensi Ekonomi muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak; dan
  • Dimensi Aset, ditandai dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset kualitas sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana, hunian atau perumahan, dan sebagainya. (buku panduan PNPM)
Maka dengan hal tersebut faskel seharusnya melakukan apa yang menjadi tugas pokoknya agar semua bisa berjalan antara proyek dan pemberdayaan. Maaf karena kita bekerja selalu diawasi oleh pihak manajemen yang selalu memerintahkan segala sesuatunya sesuai dengan keinginnya agar proyeknya terpenuhi. Kadang kita tak habis mengerti dengan perubahan-perubahan yang selalu dilakukan untuk uji coba BKM maupun masyarakat yang kita dampingi. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan yang sangat subtansi ketika ada munculnya program ND (noto deso) dengan kegiatan regular yang pendampigannya sama yaitu BKM dan masyarakat untuk melakukan dan proyek penangulangan kemiskinan versi Negara. Kita disuruh memenuhi subtansi aturan yang ada tetapi ketika itu sudah akhir tahun atau proyek maka semua akan berubah dengan sendirinya untuk memenuhi data yang ada.
Karena pendonor Word Bank pun perlu laporan cepat dan akurat. Maka sulit program pemberantasan kemiskinan secara menyeluruh bahkan secara serius bisa mendapatkan program yang positif berhasil. Banyak uang dana donor luar negeri untuk membantu masyarakat dunia termasuk Indonesia untuk melakukan pekerjaan pengangulangan kemiskinan yang banyak gagalnya, biasa data secara kuantitatif malah tambah banyak.
Dalam hal pendampingan PNPM-MP yang hampir 3 tahun beralih nama dari P2KP yang dulu di rancang untuk membangun serta menanggulangi kemiskinan di Indonesia. Dari berbagai hal tetang faskel yang melakukan pendampingan dilapangan banyak sering berkonflik dengan beberapa kepentingan seperti jika memang PNPM-MP melakukan kegiatan dengan BLM serta ada juga yang PAKET, ND dan lainya serta wadah untuk melakukan kegiatannya satu BKM serta KSMnya masyarakat peduli. menjadikan program yang saling tindih serta untuk program BLM tetap dilakukan pendampingan regular serta PAKET ada sendiri yang melakukan pendampingannya tetapi wadahnya juga sama BKM dan ND juga seperti itu. BKM untuk rebutan 3 faskel (ND, Reguler, Paket) dan ini menjadi maslah dikalangan faskel regular karena pekerjaan banyak tetapi gaji tidak seberapa beda dengan faskel ND bukankah ini menjadi konflik antar faskel karena mempunyai nilai proyek juga untuk menyelesaikan semua kegiatan yang laporannya juga tetap segera. Maka dengan proyek segera ini menjadikan rebutan 3 Faskel tersebut. Itupun belum dengan pengunaan dana-dana BOP untuk kegiatan yang sangat banyak untuk menguras tenaga dalam pelaorannya dengan adanya sering perubahan-perubahan aturan yang tidak jelas .
Dari saya mendampingi ketika kita kordinasi bersama ND selalu belum pernah untuk menjadikan titik temu subtansi dan keharmonisan temen-temen dilapangan dalam pendampingan malahan banyak menimbulkan keanehan tersendiri artinya banyak dijadikan isu-isu serta kedengkian antar faskel regular dan ND itu sendiri. Karena membagun Tim solid itu sejatinya tidak mudah maka mulailah berkaca pada diri sendiri dan intrupeksi agar semua bisa harmonis dalam pendampingan masyarakat, alasan utama dielit korkot tidak ada masalah tapi kenapa ditingkat lapangan menjadi masalah, siapa yang salah? Terus kita biarkan masalah ini agar menjadi isu dan pikiran-pikran kotor dan jahat untuk mengancurkan program yang mulia ini. Wallahualam bishowab.(Pendapat pribadi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar